DIASUH OLEH DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamualaikum wr wb. Apakah bisnis daring (online) itu wajib dikeluarkan zakatnya? Berapa nishab dan tarif zakat yang harus ditunaikan? Mohon penjelasan ustadz !
Waalaikumussalam wr wb. Karena bisnis daring itu hanya media, ketentuan zakatnya bisa dipilah sesuai dengan jenis dan peruntukan bisnisnya, yaitu sebagai berikut.
Pertama, jualan produk-produk barang secara daring seperti reseller dan pre-order. Pada intinya bisnis tersebut adalah bisnis jualan barang. Seperti halnya jual beli barang biasa, yang membedakan antara keduanya hanya media yang digunakan.
Oleh karena itu, ketentuan yang berlaku adalah zakat perdagangan (tijarah). Karena dalam jual beli daring ada unsur jual beli (trading) yang termasuk dalam zakat tijarah sebagaimana yang dijelaskan oleh Qardhawi. Setiap sesuatu yang digunakan untuk jual beli (profit).
Salah satu ketentuan zakat perdagangan adalah menjadi wajib zakat apabila mencapai minimum nishab senilai 85 gram emas ditunaikan setelah melewati 12 bulan sebesar 2,5 persen.
Maimun bin Mihran berkata, “Apabila telah sampai haul waktu zakatmu, lihatlah aset yang kau miliki seperti uang tunai atau barang dagangan, kemudian valuasi. Begitu pula dengan piutang yang bisa ditagih, kemudian hitunglah semuanya dan kurangi dengan utang yang menjadi kewajibanmu, kemudian tunaikan zakat dari sisanya.”
Teknis mengeluarkan zakatnya bisa diilustrasikan; jika pengelola bisnis seperti pre-order dan reseller itu menerima pendapatan pekanan, tidak langsung dikeluarkan zakatnya, tetapi diakumulasi total pendapatan selama setahun sehingga harus menentukan tanggal dan bulan berapa hingga genap 12 bulan sebagai waktu menghitung total pendapatan. Misalnya, per Ramadhan tanggal 15, pada tanggal tersebut dihitung hasil usahanya. Jika mencapai minimum senilai 85 gram emas, ditunaikan zakatnya 2,5 persen.
Kedua, jualan produk jasa secara daring seperti pengelola marketplace. Bisnis ini termasuk jual beli jasa, seperti pengelola lapak atau marketplace, yang diperjualbelikan adalah jasa menayangkan produk penyuplai di lapak atau marketplace.
Ketentuan yang berlaku adalah ketentuan zakat al-mustaghallat. Zakat mustaghallat ini adalah kesimpulan dari para ahli fikih yang ketentuan zakatnya merujuk kepada zakat pertanian. Persis seperti mal mustafad sebagai kesimpulan para ahli fikih yang didasarkan pada zakat pertanian atau zakat emas sesuai perbedaan pandangan ahli fikih terkait hal tersebut.
Oleh karena itu, pendapatan pengelola marketplace dan sejenisnya itu menjadi wajib zakat apabila mencapai minimum senilai 653 kg gabah atau 524 kg beras ditunaikan sebesar 5 persen atau 10 persen setiap kali panen atau menerima hasilnya.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW; Dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, bahwa Nabi SAW bersabda, “Tanaman yang disirami air hujan dan diairi dari mata air, atau dengan pengisapan air dari tanah, maka zakatnya sepersepuluh (10 persen), dan yang diairi dengan alat maka zakatnya seperdua puluh (5 persen).” (HR. Bukhari; Kitab Bulughul Maram, hadis No 635).
Kedua bisnis tersebut memiliki kesamaan. Dalam zakat pertanian, hasil panen dihasilkan dari aset tetap seperti tanah. Kemudian, hal yang sama terjadi pada marketplace dengan pendapatan yang diterima dari manfaat platform.
Pengelola bisnis ini menghitung kapan waktu menunaikan zakatnya. Sebagai contoh jika pendapatannya pekanan, jumlahnya bisa digabung total pendapatan satu bulan dan menentukan tanggal setiap bulan sebagai waktu menunaikan zakatnya.
Bisa disimpulkan, saat objek bisnis daring berupa barang (trading), ketentuan zakat perdagangan berlaku. Namun, saat yang diperjualbelikan adalah manfaat atas barang, ketentuan zakat pertanian berlaku. Wallahu a’lam.
Sumber : https://www.republika.id/posts/10332/apakah-bisnis-daring-wajib-zakat